Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, bekerja sama dengan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Polda Metro Jaya, berhasil mengungkap jaringan distribusi konten pornografi anak di Facebook. Tim penegakan hukum menangkap enam orang tersangka yang terlibat dalam grup Facebook ilegal dengan nama “Fantasi Sedarah dan Suka Duka,” yang kontennya berkisar pada tindakan asusila yang mengarah pada incest.
Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, menyampaikan keberhasilan penyidikan yang dimulai dari pelacakan viralnya konten asusila dalam grup tersebut. “Media sosial kini menjadi ruang yang sangat rawan disalahgunakan untuk menyebarkan konten pornografi, termasuk terhadap anak-anak. Kami telah menindak 17 kasus dan menangkap 37 tersangka sepanjang tahun ini,” ungkapnya dalam konferensi pers.
Dengan segala upaya pelacakan digital, petugas berhasil melakukan profiling dan monitoring terhadap akun-akun mencurigakan. Pada 16 Mei 2025, tim penyidik berhasil menerbitkan tiga laporan polisi dan enam pelaku akhirnya ditangkap di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, dan Lampung. Seorang pelaku berinisial MR ditemukan sebagai admin utama dan pendiri grup “Fantasi Sedarah” yang telah beroperasi sejak Agustus 2024.
Selain MR, polisi menyita berbagai barang bukti dari pelaku, termasuk 8 unit handphone, 1 laptop, 1 PC, 3 akun Facebook, dan 5 akun email beserta ratusan konten bermuatan pornografi anak. Para tersangka kini menghadapi tindakan hukum berlapis dengan ancaman hukuman yang serius, berdasarkan pasal-pasal UU ITE, UU Pornografi, UU Perlindungan Anak, hingga UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp6 miliar.
Brigjen Pol Dr Nurul Azizah, Direktur Tindak Pidana PPA dan PPO, menekankan bahwa usia korban berkisar 7 hingga 12 tahun. “Kami temukan korban anak di Jawa Tengah dan Bengkulu, yang menjadi sasaran pelaku dengan hubungan keluarga atau tetangga. Kami menerapkan pendekatan ramah anak dan melibatkan psikolog klinis dalam proses pemulihan korban,” jelasnya.
Keamanan dan pemulihan korban menjadi prioritas, dengan koordinasi antara Polri, Kementerian PPPA, LPSK, dan instansi terkait untuk penyediaan layanan seperti rehabilitasi medis dan rumah aman bagi korban. Brigjen Pol Nurul Azizah mengajak publik untuk tidak menyebarkan konten yang ditemukan, dan mengimbau masyarakat untuk proaktif dalam melindungi ruang digital.